Tulisan ini lebih mudah dicerna jika sambil ngemil ini (foto: noel) |
Bagaimana umpamanya jika begitu kita bangun di pagi hari,
tiba-tiba sudah berada di sebuah ruangan yang serba putih dan terang. Berkas
cahaya sangat kuat datang dari berbagai penjuru, namun terasa lembut dan tidak
menyilaukan. Kamu terkejut, tetapi tidak tersentak. Lebih tepatnya: terpana.
Mungkin sambil ragu-ragu kamu hirup napas. Eh, ternyata udaranya pun sejuk
menyegarkan, samar-samar bercampur dengan aroma susu dan roti. Nyaman. Hangat. Dan
sangat tenang. Dari jauh terdengar suara nyanyian. Suara anak-anak yang
bermain. Gemericik air. Semua hal yang kamu rasakan, dengar, hirup, dan raba
seakan-akan sudah sangat akrab. Kulitmu pun terasa berkali-kali lebih peka,
tetapi nyaman dan segar; sama sekali tidak seperti kulit orang bangun tidur.
Tidak ada debu halus atau bau-bauan asing yang bikin bersin. Semua menyenangkan,
segar, dan kuat. Sepertinya ini semua adalah bagian dirimu yang sudah hilang. Seakan
semua hal, semua rencana, dan segala upaya sepanjang hidup di bumi ini hanya
berfokus pada keberadaanmu saat ini. Merasa ada dan dicintai. Dengan sangat
kuat.
Eh, tenang bung, ini bukan cerita horor atau semacam NDE (near-death experience). Oke. Kembali ke cerita.
Lalu tiba-tiba (tetapi entah kenapa kamu sudah menduga),
pintu di sampingmu membuka. Seorang pria botak tersenyum lebar. Senyum
bapak-bapak yang bangga pada anaknya. Tetapi tatapan matanya mengundangmu untuk
turun dari tempat tidur dan mengikutinya ke beranda. Pada saat ia menoleh
mempersilakanmu duduk di samping meja kecil dan segelas susu panas di sana,
kamu merasa pernah melihat pria itu. Bukan, bukan sesuatu yang berasal dari
Alkitab atau kitab-kitab agama manapun. Ah, sekejap kamu ingat, sekejap kamu
lupa.
Sambil duduk, sekilas kamu merasakan bahwa pakaian yang kamu
gunakan luar biasa nyaman. Tidak ada jahitan yang kasar, salah kancing, atau –
bahkan – sepertinya pakaian yang kamu gunakan adalah semacam kain terusan yang
pas betul dengan dirimu. Semacam pakaian yang hanya bisa kamu inginkan di mimpi
karena di dunia ini tidak ada yang membuat pakaian demikian. Ya, tiba-tiba dia
duduk di depanmu. Kini perhatianmu justru ke bunga-bunga rumput berwarna
kuning, ungu, dan merah marun yang berada di latar belakang. Sinar matahari
yang kuning menuntun matamu jauh ke belakang, pada rumput-rumput yang berombak
terkena angin, dan pada kilau sungai kecil di balik pepohonan. Semak-semak,
tanaman bunga, dan pepohonan saling mengisi, membentuk jalan-jalan setapak di
sana sini.
Karena sesuatu yang
tak kaumengerti, tiba-tiba pandangan matamu beralih pada pria botak
setengah baya di depanmu. Lantas kamu sadar, siapa pria di depanmu itu. Senyumnya
menjadi semakin lebar, menyebabkan gagang kacamata bulatnya terangkat sedikit. Dia
adalah … Steve Job.
Why? How?
(Bersambung kira-kira 3-4 hari lagi )
No comments:
Post a Comment