gambar tidak ada hubungannya dengan tulisan. sumber gambar: http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/pandawa241.jpg |
Pernah tidak kalian terlambat untuk pamit? Pamit untuk pergi
. Kedua kata itu sering berdampingan. Pamit diartikan “permisi akan pergi”
entah itu berangkat ataukah dari sudut pandang lain kita akan pulang. Ah di
dunia ini pada akhirnya selalu ada 2 sudut pandang ekstrim yang selalu netral
jika dipandang dari sudut pandang yang berbeda itu. Eh kembali ke yang sudah
pamit, yaitu pergi. Pergi diartikan bergerak maju, melangkah. Dua kata tersebut
berdampingan dan memiliki arti yang membuat perubahan. Perubahan fisik dan
psikologis, baik yang melakukan ataupun yang dipamiti untuk pergi. Namun dari perubahan yang terjadi dari akibat
yang ditimbulkan dua kata tersebut kadang haru menjadi perubahan yang ingin
kuhindari, kuhindari karena terkadang aku susah untuk menghadapi, menghadapi
pada saat titik momentum “pamit untuk pergi” itu terjadi. Padahal dalam
definisi arti yang kupahami kedua kata “pamit untuk pergi” begitu positif bagiku. Namun saat berhadapan
langsung dalam peristiwa “pamit untuk pergi”, definisi arti yang begitu positif
tadi tertutup oleh sebuah tindakan yang berbalut kata haru, dengan konsekuensi
fisik yang sering dipandang lemah oleh definisi haru. Yah terkadang itulah yang
membuatku malas dan terlambat untuk pamit, pamit untuk pergi.
Oleh sebab itu saya berani pamit untuk pergi disini, karena
saya dapat menutupi konsekuensi fisik dan dipandang lemah oleh definisi haru.
Dan sepertinya membalik pertanyaan di awal paragraf tulisan ini, rupanya saya
yang terlambat untuk pamit. Pamit untuk pergi dan datang ke sebuah proses pamit
untuk pergi. Semoga tidak terlambat lagi dan menghadapi haru dengan kesadaran
fisik untuk membalik definisi haru menjadi perayaan haru yang hangat.
*pakai huruf kecil agar auranya bukan hal yang besar dan maknanya gak semelankolis dan mendalam haru.
No comments:
Post a Comment