Sunday, September 15, 2013

Once Upon A Time #1

Tulisan ini lebih mudah dicerna jika sambil ngemil ini (foto: noel)
Bagaimana umpamanya jika begitu kita bangun di pagi hari, tiba-tiba sudah berada di sebuah ruangan yang serba putih dan terang. Berkas cahaya sangat kuat datang dari berbagai penjuru, namun terasa lembut dan tidak menyilaukan. Kamu terkejut, tetapi tidak tersentak. Lebih tepatnya: terpana. Mungkin sambil ragu-ragu kamu hirup napas. Eh, ternyata udaranya pun sejuk menyegarkan, samar-samar bercampur dengan aroma susu dan roti. Nyaman. Hangat. Dan sangat tenang. Dari jauh terdengar suara nyanyian. Suara anak-anak yang bermain. Gemericik air. Semua hal yang kamu rasakan, dengar, hirup, dan raba seakan-akan sudah sangat akrab. Kulitmu pun terasa berkali-kali lebih peka, tetapi nyaman dan segar; sama sekali tidak seperti kulit orang bangun tidur. Tidak ada debu halus atau bau-bauan asing yang bikin bersin. Semua menyenangkan, segar, dan kuat. Sepertinya ini semua adalah bagian dirimu yang sudah hilang. Seakan semua hal, semua rencana, dan segala upaya sepanjang hidup di bumi ini hanya berfokus pada keberadaanmu saat ini. Merasa ada dan dicintai. Dengan sangat kuat.


Eh, tenang bung, ini bukan cerita horor atau semacam NDE (near-death experience).  Oke. Kembali ke cerita.

Lalu tiba-tiba (tetapi entah kenapa kamu sudah menduga), pintu di sampingmu membuka. Seorang pria botak tersenyum lebar. Senyum bapak-bapak yang bangga pada anaknya. Tetapi tatapan matanya mengundangmu untuk turun dari tempat tidur dan mengikutinya ke beranda. Pada saat ia menoleh mempersilakanmu duduk di samping meja kecil dan segelas susu panas di sana, kamu merasa pernah melihat pria itu. Bukan, bukan sesuatu yang berasal dari Alkitab atau kitab-kitab agama manapun. Ah, sekejap kamu ingat, sekejap kamu lupa.

Sambil duduk, sekilas kamu merasakan bahwa pakaian yang kamu gunakan luar biasa nyaman. Tidak ada jahitan yang kasar, salah kancing, atau – bahkan – sepertinya pakaian yang kamu gunakan adalah semacam kain terusan yang pas betul dengan dirimu. Semacam pakaian yang hanya bisa kamu inginkan di mimpi karena di dunia ini tidak ada yang membuat pakaian demikian. Ya, tiba-tiba dia duduk di depanmu. Kini perhatianmu justru ke bunga-bunga rumput berwarna kuning, ungu, dan merah marun yang berada di latar belakang. Sinar matahari yang kuning menuntun matamu jauh ke belakang, pada rumput-rumput yang berombak terkena angin, dan pada kilau sungai kecil di balik pepohonan. Semak-semak, tanaman bunga, dan pepohonan saling mengisi, membentuk jalan-jalan setapak di sana sini.

Karena sesuatu yang  tak kaumengerti, tiba-tiba pandangan matamu beralih pada pria botak setengah baya di depanmu. Lantas kamu sadar, siapa pria di depanmu itu. Senyumnya menjadi semakin lebar, menyebabkan gagang kacamata bulatnya terangkat sedikit. Dia adalah … Steve Job.

Why? How?


(Bersambung kira-kira 3-4 hari lagi )

No comments:

Post a Comment