Wednesday, July 24, 2013

Where do dissapoinment go?
-kemana perginya perasaan kecewa?-

Pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini, yaitu “kemana perginya perasaan kecewa?”, menarik untuk dibahas sedikit lebih jauh. Pada tanggal 23 Juli 2013, seorang teman kuliah bertanya melalui pesan singkat kepada saya pertanyaan aneh, tapi butuh pemikiran dan perasaan mendalam untuk menjawabnya. Pertanyaan diawali dengan, “pernakah dirimu merasa kecewa?”. Saya pun bertanya balik kepada teman saya, yaitu “kecewa dalam hal apa nih?”. Dia menjawab, “dalam segala hal?”. Saya menjawab, “ya, pernah”.
Pertanyaan kemudian berlanjut kepada pertanyaan berikutnya, yaitu “bagaimana dirimu mengelola perasaan kecewa yang kamu alami?”.
Saya pun mencoba mengingat-ingat kembali tentang pengalaman yang membuatku kecewa. Saya jadi teringat bahwa pada tahun 2011 saya pernah mengalami kekecewaan terhadap teman satu komunitas. Saya merasa menjadi korban pada peristiwa tersebut. Perasaan kecewa yang akhirnya berubah menjadi marah kepada teman komunitas. Bentuk kemarahan saya berwujud adalah memutuskan komunikasi dan menganggap hanya kenal dirinya, sebatas kenal. Tidak ada lagi bersendau gurau atau berbdiskusi lebih jauh. Lalu saya pun menceritakan bahwa perasaan kecewa itu membawa dampak yang kurang menyenangkan bagi teman, yang saya nilai sebagai pelaku. Teman saya akhirnya menjadi korban atas bentuk kemarahan diri saya. Saya menjadi pelaku dan membuat dia merasa sedih. Permintaan maaf dan memberikan maaf pada pertemuan pertama adalah palsu. Namun, ada waktunya saya harus menghadapi perasaan marah dan kecewa, tidak bisa berlari menghindar. Saya memilih untuk menghadapi dengan berbagai risiko yang sudah dipikirkan secara logis, bukan perasaan.
Hari penentuan datang dan membuat saya gugup. Perasaan cemas dan takut segera datang. Jantung berdebar-debar dan usaha keras untuk mengontrol emosi saat berbicara. Saya mampu berbicara apa adanya dan semua orang mendengarkan dengan tekun. Kepercayaan dan mau mendengarkan adalah dua hal yang membantu saya untuk menerima perasaan marah dan kecewa terhadap kejadian ini, kejadian dipermalukan di dunia maya. Saya berbicara kasar, mengumpat, menyatakan perasaan yang muncul, segalanya sampai tertumpahlah air mata. Air mata yang memberikan kelegaan. Perasaan lega bahwa telah berdamai dengan orang lain dan terlebih dengan diri sendiri. Berdamai dengan diri sendiri adalah bentuk penerimaan perasaan kecewa dan marah. Sehingga, jika kita kembali pada pertanyaan besar, seperti yang tercantum pada judul tulisan, maka yang akan saya jawab adalah penerimaan akan perasaan kecewa tanpa adanya penipuan dari diri kita sendiri. Memang tidak mudah untuk menerima perasaan kecewa, karena berkaitan dengan harga diri kita/egoisme diri untuk mengakui bahwa kita merasa kecewa atas sesuatu hal. It takes time and we must patient with ourself. It takes great effort to accept that we feel dissapointed.
Kesadaran dan penerimaan berujung pada kedamaian diri. Kalimat ini menjadi kesimpulan dan penutup permenungan kita. Selamat merenung.

Created by

Solid Snake



1 comment:

  1. Ke mana perginya perasaan kecewa? Ia berubah menjadi bunga-bunga di pematang.

    ReplyDelete